Dunia pendidikan dan teknologi
berkaitan satu sama lain. Ibarat orang ngegombal, apalah artinya diriku
tanpa dirimu, begitu juga dengan pendidikan dan teknologi. Teknologi memajukan
pendidikan dan pendidikan juga yang memajukan teknologi. Berkat teknologi,
siswa-siswi mengetahui lebih banyak hal. Mereka bias mendapatkan lebih dari
yang bisa diajarkan dan dibaca dari buku. Mereka mengenal dan tahu hal-hal di
luar jarak pandang mereka. Pendidikan sendiri berkontribusi dalam kemajuan
teknologi. Orang-orang berpendidikan tinggi mencoba untuk menemukan kekurangan
dari teknologi itu sendiri untuk kemudian mereka perbaiki. Bahkan mereka
terus-menerus mengupgrade teknologi yang sudah ada untuk membuatnya
lebih dan lebih baik lagi. Teknologi tidak hentinya berkembang dan selalu
memperluas ‘peredaran’nya, masuk ke semua kalangan tanpa kecuali. Teknologi
bahkan mulai ‘merasuki’ proses pendidikan secara langsung. Salah satu
inovasinya adalah E-learning. Sekolah-sekolah sudah mulai menerapkan
metode E-learning. Siswa-siswi tidak perlu duduk di ruang kelas untuk
menyimak penjelasan dari guru secara langsung. Mereka membuat catatan dan
mengerjakan tugas di PC mereka masing-masing dan diawasi langsung oleh sang
guru melalui PC-nya juga.
Memang ada pro-kontra dalam
pelaksanaan sistem baru ini. Di satu sisi siswa-siswi diberi kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuan teknologi mereka dan juga dengan isu Global
Warming sekarang ini, E-learning memberikan satu solusi akan
penghematan kertas. Catatan dan tugas dibuat dan dikumpulkan dalam bentuk softcopy;
lebih praktis dan efisien. Metode tersebut juga mempersingkat waktu
pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis, mempermudah interaksi
peserta didik dengan materi, pesereta didik juga dapat saling berbagi informasi
dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Di sisi
lain, penerapan E-learning secara tidak langsung juga berdampak pada
pola interaksi antara siswa dan guru karena menurunnya peran guru sebagai
makhluk hidup yang berkomunikasi yang diambil alih oleh komputer.
Saya ingin berbagi sedikit
pengalaman saya tentang penerapan E-learning. Kepala sekolah SMA yang
sekaligus merupakan wali kelas saat saya duduk di kelas 1 SMP, Bu Tatty
Widjaja, S.Pd., pernah berkomentar tentang metode yang serupa E-learning
karena pada masa itu, sekitar tahun 2007, E-learning belum begitu
gencar. Teman-teman saya sering mengeluh tentang banyaknya catatan yang harus
disalin setiap hari. Salah satu teman saya bertanya pada Bu Tatty mengapa
sekolah tidak memperbolehkan atau bahkan mengizinkan para siswa untuk menyalin
catatan mereka di laptop. Beliau dengan santai menjawab “Boleh. Salin saja di
rumah. Tidak boleh bawa laptop ke sekolah.” Dan beliau pun mengatakan bahwa hal
itu juga tidak mungkin terjadi di sekolah kami. Mengapa? Alasan pertama,
siswa-siswi akan terpancing untuk bermain game PC mereka saat pelajaran
berlangsung. Kedua, karena karakter dan cirri khas sekolah kami. Sejak TK, kami
sudah dilatih untuk menulis tulisan sambung dan halus-kasar. Sampai
kelas 4 SD, setiap hari kami diberi tugas rumah berupa Matematika dan Menulis.
Bisa saya yakini ada sekitar 90% siswa yang berhasil ‘dilatih’ untuk menulis
dengan rapi. Dan tulisan rapi merupakan tanda pengenal alias identitas kami.
‘Wah, tulisannya bagus yaa^^. Anak Methodist-3 pasti nihh’. Jadi singkatnya,
kami tidak mungkin melepas tradisi untuk menyalin catatan untuk latihan
menulis. Beliau juga mengatakan bahwa menggunakan laptop untuk menyalin catatan
membuat orang menjadi malas; bahkan untuk menulis saja orang malas, apalagi
kalau disuruh mengerjakan hal lain. Well, E-learning punya plus minusnya,
jadi tergantung kebijakan pihak sekolahnya juga untuk menentukan metode
pengajaran yang efektif menurut mereka. Orang tua juga harus bijak memilih
sekolah yang cocok untuk anak mereka. Sekian~~
No comments:
Post a Comment