Pie kabare?? Apik apik?
Okaiii..! Jadi ceritanya, tadi pagi (Kamis, 12
Juni ’14) kami masuk kelas Psikologi Pendidikan dengan materi Pedagogi dan
Andragogi. Sesuai kontrak, dosen yang membawakan materi kali ini adalah Ibu
Filia Dina Anggaraeni, M.Pd. Bu Dina memulai perkuliahan dengan mendata kehadiran
dan dilanjutkan dengan membagi kertas warna-warni berukuran kurang lebih 10cm X
15cm dengan tulisan-tulisan di atasnya yang dinamai ‘puzzle’ oleh beliau. Setelah
membagi, Bu Dina memberikan penjelasan singkat dan pengarahan tentang ‘puzzle’
tersebut.
Jadi kami diberi yaaa boleh dibilang semacam
tugas untuk mencocokkan kertas kami dan kami diminta untuk menempelkannya di whiteboard
sesuai dengan tabel-tabel kategori pembahasan Pedagogi dan Andragogi yang telah
dibuat Bu Dina sebelumnya.
Awal-awalnya semua pada blur, pada
bingung semua. Tapi dengan beberapa clue dari Bu Dina, akhirnya kami
bisa menyelesaikan tugas tersebut dan jadilah whiteboard yang biasanya
putih dengan bercak-bercak hitam spidol yang terlihat membosankan, hari ini
berubah warna-warni.. Elok dilihat..! jadi kerasa kayak orang luar gitu
belajarnya(ceillaaaa..orang luar ihihihhhh). Beda! Terima kasih buat Bu Dina
yang sudah mengadakan perkuliahan yang keren tadi^^. Jujur yaa.. Kalo Bu Dina
yang masuk, selalu ada aja dehh yang baru.
Setelah semua selesai ditempel, Bu Dina meminta
kontribusi kami sebagai ‘peserta didik yang berperan aktif’ untuk menjelaskan
hasil kerja kami to the whole class. Aku sendiri maju untuk menjelaskan
bagian perbedaan Pedagogi dan Andragogi. Dan teman-teman lain yang maju untuk
menjelaskan ada Dinda, Suryany, Devira, Felix yang menjelaskan tentang asumsi
Pedagogi dan Andragogi, juga ada Ilmi yang menjelaskan tentang 10 karakteristik
guru yang baik. Kemudian Bu Dina melakukan feedback, ada juga diskusi
kecil tadi, dan menyimpulkan materi secara keseluruhan.
Singkat cerita, sebelum kelas dibubarkan, Bu Dina
memberi tugas lain pada kami; membuat postingan pengalaman kami tentang
Pedagogi atau Andragogi.
Dan jadilah sekarang aku berbagi cerita pengalamanku
waktu sekolah, aku akan ambil porsi Pedagogi.
Eiits.., wait. Mmm, daritadi aku ngomongin Pedagogi Andragogi Pedagogi
Andragogi, kalo orang di luar lingkupan Psikologi mungkin bakalan..”Hapahh laa
katanya ini, pedagogi andragogi.” So, I’ll get you to the definition first.
Pedagogi adalah teori belajar untuk masa
kanak-kanak, dimana orang dewasa akan mengambil tanggung jawab untuk memberikan
keputusan.
Andragogi adalah teori belajar yang
dikembangkan untuk kebutuhan khusus orang dewasa.
Main pointnya adalah, Pedagogi pendidikan untuk anak-anak dan Andragogi untuk
dewasa
Here the story starts ^o^
Seperti anak-anak SD lainnya, aku datang
sekolah pagi hari. Zaman aku SD, lonceng masuk sekolah kami itu jam 7.15 dengan
keadaan jam sekolah yang 15 menit lebih cepat dari jam-jam di tempat lain. Sebelum
bel masuk pun, kami sudah punya tugas; copy-paste salinan Ibu Guru dari
papan tulis ke LKM (laporan kegiatan murid) –sejenis buku komunikasi yang HARUS
ditandatangani orang tua/wali tiap harinya. Yang biasanya disalin di LKM adalah
list PR untuk hari tersebut, jadwal ujian mingguan, nilai ujian masing-masing
pada minggu sebelumnya, kegiatan yang akan dilakukan hari selanjutnya, dan
untuk awal bulan selalu diinclude ‘Besok ingat bawa uang sekolah bulan
blablabla’. Setiap hari LKM akan dikumpul dan diperiksa oleh Ibu Guru dan
murid-murid yang LKM hari sebelumnya tidak ditandatangani, akan merasakan rotan
di pagi-pagi ayam, alasannya adalah kalo tidak ada tanda tangan, berarti murid
tidak melaporkan kegiatannya pada orang tua/wali. Sekedar berbagi yaa.. rotan
itu rasanya memiriskan jasmani dan rohani kalo mendarat di jempol atau
kelingking. Kenaklahh murid-murid yang ga disiplin itu.
Setelah bel bunyi, masuk kelas, seingat aku
kelas 1 dan awal-awal kelas 2 ada nyanyi puji-pujian sebelum berdoa; kelas 2
semester akhir dan kelas 3, setelah berdoa kami menghapal perkalian bersama –dari
1 x 1 sampai 10 x 10- sanggup kali yaaa!
Kemudian masuk jam pelajaran pertama lalu kedua
lalu ketiga dan seterusnya. What I am trying to say is that everything ran
under the teacher’s control. For all classes. Masing-masing guru kelas
membuat isi LKM sesuai keadaan kelas mereka, mereka menyiapkan bahan untuk
pelajaran sejak pagi hingga siang.
Guru memberikan komando dan kami sebagai murid ngekor.
Waktu Ibu Guru nyuruh ini, kami kerjain ini, nyuruh itu, kami kerjain itu. Kami
datang untuk diisi. Diterangkan, diminta mengerjakan beberapa soal, diperiksa. Dinamikanya
tergantung dengan guru. Guru memiliki informasi dan informasi diisikan ke
murid. Kami sebagai murid juga yaa pasif-pasif saja, palingan Ibu Guru cuma
memberikan pertanyaan yang jawabannya ‘ya’ ‘tidak’ ‘mengerti’ ‘belum mengerti’ ‘sudah’
‘belum’
Waktu SD juga ga ada tuh yang namanya diskusi
kelompok, dimintai ide,kritik,saran,tanggapan dari murid-murid. No… Kalo info
gurunya salah, kitanya juga pada bersalahan semua. Makanya tuh yaa, guru Fisika
SMA aku, Pak Rajin Pardosi, S.Si (adoooh, jadi kangen Pak Raj nihhh), pernah
bilang “Kalau ada yang kalian rasa janggal sama kalian, bilang saja langsung.
Kalian bukan anak SD lagi, kan. Kalau dituntun masuk jurang, masuk-masuk aja la
kalian nanti..?!?!”
Emang sih yaa.. Ada nih kata-kata ini di SD:
Pertama, guru tidak pernah salah. Kedua, kalau guru salah, kembali ke peraturan
pertama. It’s kind of saying that sentralnya ada di guru.
Yaahh itulaa sekilas pengalaman Pedagogiku. Punyaku
begini.. punyamu?
No comments:
Post a Comment